Tidak salah kiranya beberapa waktu lalu tulisan saya tentang integrasi Malaysia ke Indonesia menjadi solusi terbaik bagi hubungan kedua negara. Integrasi Malaysia menjadi bagian dari Republik ini tentu menjadi penting, agar tak perlu lagi saling ngotot tentang batas-batas teritorial, klaim seni-budaya, klaim kuliner yang di lakukan Malaysia. Kejadian seperti inisden petugas KKP yang baru lalu sangat memicu sensitifitas nasionalisme Indonesia.
Ternyata ide penyatuan Semenanjung Malaya yang saya wacanakan beberapa waktu lalu ( Mari Pindahkan Ibukota RI ke Kuala Lumpur) telah lama digaungkan oleh seorang warga Malaysia jauh sebelum mereka memperoleh hadiah kemerdekaan dari Inggris itu. Nama orang itu adalah Ibrahim Yaacoob, di Indonesia beliau lebih dikenal dengan nama Iskandar Kamel. Gagasan tentang Indonesia Raya yang memasukan Semenanjung Malaya sebagai bagian dari Republik ini telah diusung oleh Ibrahim usai perang dunia kedua.
Ibrahim si pengagum Bung Karno ini lahir dari suku Melayu keturunan Bugis pada 27 November 1911 di Kampung Tanjung Kertau, Temerloh, Pahang. Nasionalisme tentang Indonesia dipelajarinya saat bersekolah di Tanjong Malik, Perak. Disanalah ia mulai mebaca surat-surat kabar Indonesia seperti Persatuan Indonesia dan Fikiran Ra’jat pimpinan Soekarno itu.
Pada usai 28 tahun Ibrahim bersama kawan-kawannya mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Kesatuan Melayu Muda yang kemudian membawanya menjadi seorang nasionalis radikal pengagum Soekarno. Ketika Jepang mendarat di negeri ini, kemudian membentuk PETA di Jawa dan Giyugun di Sumatera dan Malaya, Ibrahim turut serta dan kemudian tahun 1944 dilantik menjadi Komandan Giyugun dengan pangkat Letnat Kolonel.
Ketika Soekarno, Hatta dan Rajiman berangkat ke Vietnam menemui Marsekal Terauchi 8 Agustus 1945 dalam perjalanan pulang mereka mampir ke Perak dan disana bertemu dengan Ibrahim Yacoob. Dalam pertemuan itu Ibrahim menyatakan kepada Soekarno-Hatta bahwa orang Melayu ingin mencapai kemerdekaan bagi Malaya dalam kesatuan Indonesia Raya.
Soekarno sangat terharu dengan semangat yacoob ini dan berjanji untuk membangun satu tanah air bagi bangsa-bangsa keturunan Indonesia Raya. Deskripsi Indonesia Raya sendiri meliputi Semenanjung Malaya. Lalu dengan tegas Ibrahim menjawab, “Kami orang Melayu akan setia menciptakan ibu negeri dengan menyatukan Malaya dengan Indonesia yang merdeka. Kami bertekad untuk menjadi orang Indonesia.”
Namun itu semua tak pernah menjadi kenyataan, ketika Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945 PETA dan Giyugun di bubarkan dan cita-cita Indonesia Raya sirna. Soekarno kemudian mengajak Ibrahim bergabung dalam perjuangan di Jawa karena situasi di semenanjung Malaya tidak aman.
Dua tahun sebelum Malaysia diberi kemerdekaan oleh Inggris, tepatnya November 1955, seorang tokoh Malaya Tunku Abdul Rahman mengunjungi Jakarta atas undangan Soekarno. Ketika itu Tunku Abdul Rachman dipertemukan dengan Ibrahim Yacoob. Ternyata pandangan kedua tokoh Malaya ini bertolak belakang, Tunku Abdul Rachman ingin Malaya merdeka di bawah naungan Commonwealth Inggris, sedangkan Ibrahim ingin Malaya bergabung dalam naungan Indonesia Raya. Namun pada akhirnya Inggrislah yang memenangkan pertarungan ini dengan menempatkan Malaya berada di bawah naungan Commonwealthnya.
Ibrahim pernah menjadi anggota MPRS mewakili Riau pada masa demokrasi terpimpin. Ketika Soekarno jatuh pasca peristiwa G-30-S 1965, Ibrahim meninggalkan semua kegiatan politiknya dan kemudian berkiprah di bidang swasta. Ibrahim wafat di Jakarta pada 8 Maret 1979, dia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Dia mendapatkan pangkat Letnan Kolonel purnawirawan TNI-AD, NRP 26217.
Ibrahim Yacoob telah pergi lebih dari 31 tahun lalu, namun ide dan gagasannya tentang Indonesia raya sungguh masih sangat mencerahkan. Dengan bergabungnya Malaysia di bawah naungan Indonesia Raya niscaya negeri ini akan menjadi bangsa yang besar dan diperhitungkan dalam pentas dunia. Tentu saja kemudian hari bisa menjadi penyeimbang si super power Paman Sam itu.(**)
26 Agustus 2010
source picture: http://ibnumadzir.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment